Bornut

HUBUNGAN ANTARA KEJENUHAN(BURNOUT) DENGAN KOMPETENSI DOSEN DALAM PROSES PEMBELAJARAN

1. Latar Belakang
Pendidikan merupakan sebuah sistem dengan banyak komponen-komponen yang membentuknya, komponen-komponen tersebut diantaranya adalah pendidik dan peserta didik.
Dosen merupakan sebutan pendidik pada jenjang pendidikan tinggi, dan guru merupakan sebutan pendidik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Namun pada hakikatnya tugas antara guru dan dosen tidaklah berbeda. Para pendidik memiliki tanggung jawab yang berat. Dilihat dari kompetensi yang diharuskan ada pada seorang dosen, secara implisit dosen bertanggungjawab secara profesional, sosial, personal dan tanggungjawab moral.
Dibalik kemuliaan namanya, pendidik juga manusia yang memiliki unsur kemanusiaan. Seperti profesi-profesi lainnya, pendidik juga pasti pernah mengalami kejenuhan atau kadang disebut burnout.
Kejenuhan (burnout) dalam hal pekerjaan, disebut juga stres kerja. Menurut Selye, (dalam Vivin 2009) menyebutkan “Work stress is an individual’s response to work related environmental stressors. Stress as the reaction of organism, which can be physiological, psychological, or behavioural reaction”.
Setelah penulis melakukan observasi pada salah satu perguruan tinggi swasta di Kayuagung, terlihat bahwa sebagian pengajar/dosen di perguruan tinggi tersebut mengalami kejenuhan (burnout). Hal ini dikuatkan dengan hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada sebagian dosen, dari mereka diketahui bahwasannya mereka terindikasi mengalami stres kerja dalam hal ini kejenuhan (burnout).
Wawancara dilakukan pada bulan November 2009, dengan subjek wawancara adalah dosen non kependidikan, dosen fakultas perikanan dan fakultas teknik sipil, dari hasil wawancara juga terlihat bahwasannya kejenuhan (burnout) disebabkan karena dalam hal profesi, mereka sadar belum memiliki keahlian khusus sebagai pendidik. Hal inilah yang akan dibahas di makalah ini, apakah memang benar jika pendidik tidak memiliki kemampuan/keahlian khusus dalam profesinya akan menyebabkan kejenuhan (burnout).
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dari makalah ini adalah “Bagaimana hubungan antara kejenuhan (burnout) dengan kompetensi dosen dalam pembelajaran?”
3. Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara kejenuhan (burnout) dengan kompetensi dosen dalam pembelajaran.
4. Manfaat
a. Bagi pendidik
Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pendidik (guru dan dosen) agar dapat cepat mendeteksi apa yang menyebabkan gejala kejenuhan dalam melaksanakan tugas.
b. Bagi dunia pendidikan
Makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi alternatif dalam memecahkan masalah kejenuhan (burnout) dalam pembelajaran.

5. Pengertian kejenuhan(burnout)
Menurut Faber (1991: 5), istilah burnout pertama kali diperkenalkan kepada masyarakat oleh Hebert Freudenberger tahun 1973. Menurutnya burnout adalah suatu bentuk kelelahan yang disebabkan karena seseorang bekerja terlalu intens, berdedikasi dan berkomitmen, bekerja terlalu banyak dan terlalu lama serta memandang kebutuhan dan keinginan mereka sebagai hal kedua.
Pengertian kejenuhan(burnout) menurut Faber, diartikan sebagai akibat dari terlalu intens bekerja, terlalu banyak dan terlalu lama serta memandang kebutuhan dan keinginan pribadi sebagai hal kedua. Pengertian ini menekankan kepada sebab terjadinya burnout.
Selanjutnya Menurut Cerniss (1989: 4), burnout merupakan perubahan sikap dan perilaku dalam bentuk reaksi menarik diri secara psikologis dan pekerjaan, seperti menjaga jarak dengan klien maupun sinis dengan mereka, membolos, sering terlambat dan keinginan pindah kerja yang kuat.
Cerniss mengartikan burnout sebagai perubahan sikap dan perilaku baik secara psikologis dan pekerjaan (keprofesionalan), misalnya dari yang rajin jadi sering membolos, dan terlambat bahkan timbul keinginan pindah kerja.
Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa burnout adalah gejala perubahan sikap dan perilaku baik psikologis dan pekerjaan (keprofesionalan) yang disebabkan terlalu intens bekerja, terlalu banyak dan terlalu lama serta memandang kebutuhan dan keinginan pribadi sebagai hal kedua.
a. Komponen kejenuhan/ burnout
Menurut Faber (dalam makalah Suwandi dan Elvy), burnout mempunyai tiga komponen yaitu:
• Kelelahan fisik
• Kelelahan emosional
• Kelelahan mental
Sedangkan secara implisit dijelaskan Gmelch dan Parkay (dalam Parkay dan Hardcastle, 2008: 23), komponennya terdiri dari emosi dan phisik.
b. Faktor-faktor burnout
Menurut Maslach ( dalam makalah Suwandi dan Elvy) , burnout dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
• Faktor karakteristik individu
• Faktor beban kerja
• Faktor lingkungan
• Faktor keterlibatan emosional dengan penerima layanan
• Faktor masa kerja
Yang dimaksud karakteristik individu adalah sifat bawaan dari sejak lahir, misalnya karakter perasa, orang yang seperti ini akan mudah merasa burnout karena dia akan cepat tersingung, cepat sedih.
Beban kerja, adalah karyawan/pekerja tidak memenuhi prasarat kualifikasi kompetensi yang diatur. Misalnya jika pendidik harus memiliki minimal 4 kompetensi, kompetensi pedagogik, personal, dan kompetensi sosial.
Sedangkan secara khusus tentang faktor penyebab burnout dalam pembelajaran, Menurut Gmelch dan Parkay (dalam Parkay dan Hardcastle, 2008: 23), burnout dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah sebagai berikut:
• Jam kerja yang panjang
• Kurang minatnya murid, biasanya karena pendidik yang kurang inovatif
• Konflik dengan administrasi
• Kritisme masyarakat, munculnya masyarakat yang berani mengemukakan kesalahan pemimpin.
• Kelas yang terlalu penuh
c. Gejala-gejala burnout
Terry Beehr dan John Newman (dalam Vivin, 2009) mengkaji ulang beberapa kasus stres pekerjaan dan menyimpulkan tiga gejala dari stres pada individu, yaitu:
1. Gejala psikologis, berikut ini adalah gejala-gejala psikologis :
• Kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah tersinggung
• Perasaan frustrasi, rasa marah, dan dendam (kebencian)
• Sensitif dan hyperreactivity
• Memendam perasaan, penarikan diri, dan depresi
• Komunikasi yang tidak efektif
• Perasaan terkucil dan terasing
• Kejenuhan dan ketidakpuasan kerja
• Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan konsentrasi
• Kehilangan spontanitas dan kreativitas
• Menurunnya rasa percaya diri
2. Gejala fisiologis, gejala-gejala fisiologis yang utama adalah:
• Meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kecenderungan mengalami penyakit kardiovaskular
• Meningkatnya sekresi dari hormon stres (contoh: adrenalin dan noradrenalin)
• Gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung)
• Meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan
• Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom kelelahan yang kronis (chronic fatigue syndrome)
• Gangguan pernapasan, termasuk gangguan dari kondisi yang ad gangguan paada kulit
• Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan otot
• Gangguan tidur
• Rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk risiko tinggi kemungkinan terkena kanker
3. Gejala perilaku, gejala-gejala perilaku yang utama adalah:
• Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan
• Menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas
• Meningkatnya penggunaan minuman keras dan obat-obatan
• Perilaku sabotase dalam pekerjaan
• Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan) sebagai pelampiasan, mengarah ke obesitas
• Perilaku makan yang tidak normal (kekurangan) sebagai bentuk penarikan diri dan kehilangan berat badan secara tiba-tiba, kemungkinan berkombinasi dengan tanda-tanda depresi
• Meningkatnya kecenderungan berperilaku beresiko tinggi, seperti menyetir dengan tidak hati-hati dan berjudi
• Meningkatnya agresivitas, vandalisme, dan kriminalitas
• Menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman
• Kecenderungan untuk melakukan bunuh diri

6. Kompetensi Dosen
Secara implisit dalam Undang-undang Guru dan Dosen menjelaskan bahwa kompetensi dosen merupakan kemampuan yang harus dimiliki dosen.
Setiap jabatan profesi memiliki syarat yang harus dipenuhi oleh anggota, begitujuga profesi pendidik. Dalam Undang-undang tentang Guru dan Dosen Bab V dijelaskan bahwasannya
“Dosen wajib memilliki kualifikasi akademik, kompetensi sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”.
Uno juga menjelaskan bahwa ada tiga kompetensi yang harus dimiliki seorang pendidik, terdiri dari
Kompetensi pribadi, sebagai makhluk individu dan makhluk Tuhan, pendidik harus memiliki pengetahuan penunjang tentang kondisi fisiologis, psikologis, dan pedagogis dari peserta didik yang dihadapinya.
Kompetensi sosial, sebagai makhluk sosial dan makhluk etis, pendidik harus dapat memperlakukan peserta didiknya secara wajar dan bertujuan agar tercapai optimalisasi potensi pada diri masing-masing peserta didik.
Kompetensi Profesional Mengajar, pendidik harus mampu menjadi pengelola proses pembelajaran, diantaranya memiliki kemampuan: merencanakan sistem pembelajaran, melaksanakan sistem pembelajaran, mengevaluasi sistem pembelajaran dan mengembangkan sistem pembelajaran. (Uno, 2008: 19)
Menurut Uno, berdasarkan peran pendidik sebagai pengelola proses pembelajaran, pendidik harus memiliki:
a. Merencanakan sistem pembelajaran
• Merumuskan tujuan
• Memilih prioritas materi yang akan diajarkan
• Memilih dan menggunakan sumber belajar yang ada
• Memilih dan menggunakan media pembelajaran
b. Melaksanakan sistem pembelajaran
• Memilih bentuk kegiatan pembelajaran yang tepat
• Menyajikan urutan pembelajaran secara tepat
c. Mengevaluasi sistem pembelajaran
• Memilih dan menyusun jenis evaluasi
• Melaksanakan kegiatan evaluasi sepanjang proses
• Mengadministrasikan hasil evaluasi
d. Mengembangkan sistem pembelajaran
• Mengoptimalkan potesi peserta didik
• Meningkatkan wawasan kemampuan diri sendiri
• Mengembangkan program pembelajaran lebih lanjut
Setelah diobservasi, ternyata dosen yang terindikasi mengalami burnout merupakan dosen non kependidikan. Artinya dosen yang tidak pernah memperoleh pengajaran dalam bidang pedagogiknya, mereka merasa mengajar merupakan beban, karena mereka sadar mengajar merupakan pekerjaan yang memerlukan keahlian sedangkan mereka sama sekali tidak pernah memperoleh pengajaran tentang ilmu mendidik. Beban moral yang dirasakan inilah yang mengakibatkan timbulnya kejenuhan(burnout).
7. Hubungan antara Kejenuhan(burnout) dan Kompetensi Dosen
Faktor yang mempengaruhi burnout menurut Maslach ada 5 macam seperti yang telah penulis sebutkan pada penjelasan sebelumnya, jika dianalisis dari observasi faktor pertama yaitu karekteristik individu, didapatlah hasil bahwa dosen-dosen non kependidikan uniski cukup memiliki kepribadian yang baik, dilihat dari sopan santun, kecerdasan emosional, dosen wanitanya merupakan muslim yang taat (semua menutup aurot), dan kecerdasan spiritualnya dapat dilihat dari dosen laki-lakinya yang aktif sholat di Masjid
Jika dilihat faktor yang kedua, yaitu lingkungan kerja. Dari hasil observasi penulis lingkungan kerja sudah cukup mendukung motivasi kerja, misalnya tidak ada pertikaian antar dosen. Faktor keterlibatan emosional dengan penerima layanan, hasil observasi juga menjelaskan bahwa dosen-dosen khususnya dosen non kependidikan cukup dikatakan sejahtera. Artinya, tidak ada masalah dalam hal pelayanan. Terakhir faktor masa kerja, hasil observasi juga menyatakan masa kerja bukan faktor yang mempengaruhi kejenuhan yang dialami dosen non kependidikan khususnya, karena mereka baru bekerja selama 3 tahun. Termasuk waktu yang masih singkat untuk sebuah jabatan profesi.
Menurut Surakhmad (2009: 50), pendidikan di Indonesia belum mencapai mutu yang diharapkan, bukan karena kita tidak mempunyai filosofi dan aspirasi pendidikan, tetapi karena pendidik sebagian besar tidak mempunyai kualifikasi keguruan praktik yang mencukupi.
Menurut hasil observasi permasalahan inilah yang dialami oleh dosen-dosen Universitas Islam Ogan Komering Ilir, hanya dosen yang memiliki latar belakang non kependidikan yag mengalami kejenuhan, diindikasikan karena belum memliki kualifikasi keguruan (kemampuan pedagogik). Dari hasil observasi hal ini merupakan penyebab kejenuhan yang dialami dosen. Karena dosen non kependidikanlah yang merasa ada gejala-gejala burnout diantaranya;
1. Gejala psikologis, berikut ini adalah gejala-gejala psikologis yang pada hasil ditemukan :
• Kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah tersinggung
• Perasaan frustrasi, rasa marah, dan dendam (kebencian)
• Sensitif dan hyperreactivity
• Memendam perasaan, penarikan diri, dan depresi
• Komunikasi yang tidak efektif
• Perasaan terkucil dan terasing
• Kejenuhan dan ketidakpuasan kerja
• Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan konsentrasi
• Kehilangan spontanitas dan kreativitas
• Menurunnya rasa percaya diri
2. Gejala fisiologis, gejala-gejala fisiologis yang ditemukan adalah:
• Meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kecenderungan mengalami penyakit kardiovaskular
• Meningkatnya sekresi dari hormon stres (contoh: adrenalin dan noradrenalin)
• Gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung
• Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom kelelahan yang kronis (chronic fatigue syndrome)
• Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan otot
• Gangguan tidur
3. Gejala perilaku, gejala-gejala perilaku yang ditemukan adalah:
• Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan
• Menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas
• Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan) sebagai pelampiasan, mengarah ke obesitas
• Perilaku makan yang tidak normal (kekurangan) sebagai bentuk penarikan diri dan kehilangan berat badan secara tiba-tiba, kemungkinan berkombinasi dengan tanda-tanda depresi
• Meningkatnya kecenderungan berperilaku beresiko tinggi, seperti menyetir dengan tidak hati-hati
• Meningkatnya agresivitas.
• Menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman
Dilihat dari faktor-faktor penyebab burnout menjelaskan bahwa burnout bisa disebabkan karena faktor beban kerja. Kompetensi sumber daya manusianya dalam hal ini dosen belum seimbang dengan tuntutan profesi. Jadi kerja-kerja yang ditugaskan dirasa beban. Sehingga dapat dipastikan penyebab burnout yang dialami dosen-dosen adalah karena tidak dimilikinya kualifikasi keguruan (pedagogik) yang seharusnya menjadi syarat yang harus dimiliki seorang pendidik.
Uno menjelaskan (2008: 42), jabatan pendidik (dosen dan guru) merupakan jabatan profesionanal yang menghendaki pendidik harus bekerja secara profesional. Artinya, pendidik dalam hal ini dosen harus bekerja dengan keahlian, dan keahlian hanya dapat diperoleh melalui lembaga pendidikan.
Cara mengatasinya menurut Gmelch dan parkay (dalam Parkay hardcastel, 2008: 23), sebaiknya guru melaporkan aktifitas dalam 7 area yang bermanfaat: dukungan sosial, fitnes, stimulasi intelektual, hiburan, melakukan kesenangan pribadi, manajemen diri, dan sikap mendukung. Cara yang kedua yairu peningkatan kompetansi pedagogik, dalam hal ini pihak yayasan sudah mulai berusaha meningkatkan kemampuan pedagogik dosen non kependidikan dengan cara mengikutsertakan dosen-dosen non kependidikan dalam pelatihan kemampuan instruksional dosen.
Daftar Pustaka
Guza, Afnil. 2008. Himpunan Permendiknas tengang Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan. Jakarta: Asa Mandiri.
Parkay, Forrest dan Hardcastle, Bevely. 2008. Menjadi Seorang Guru. Jakarta: Indeks. (terjemahan)
Surakhmad, Winarno. 2009. Pendidikan Nasional, Strategi dan Tragedi. Jakarta: Kompas.
Suwandi dan Elvy (makalah). 2009. Hubungan antara Kejenuhan(burnout) dengan Kinerja Guru IPS Terpadu dalam Proses Pembelajaran. Universitas Sriwijaya.
Uno, Hamzah. 2008. Profesi Kependidikan (Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia). Jakarta: Bumi Aksara.
Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Sinar Grafika Offset.
Vivin. Psikologi Abnormal. (online), Diakses tgl 12 Maret 2009.

Tinggalkan komentar